Memberi dan menerima hadiah sudah merupakan hal yang lazim dalam kehidupan sehari-hari. Hadiah merupakan pemberian sesuatu kepada seseorang yang seharusnya bersifat legal. Namun, bagaimana jika hadiah tersebut diberikan kepada Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri? Hadiah yang awalnya bersifat boleh-boleh saja dapat menjadi dilarang dan termasuk dalam perbuatan tindak pidana korupsi. Mengapa demikian?

Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Korupsi dirumuskan kedalam tujuh bentuk tindak pidana korupsi. Di antara ketujuh bentuk korupsi itu yang akan menjadi fokus pembahasan kali ini adalah gratifikasi, suap menyuap, dan pemerasan.

Hadiah yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri dapat disebut gratifikasi. Gratifikasi dianggap melawan hukum jika yang diterima oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri itu berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya. Sedangkan suap menyuap merupakan tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Di sisi lain, pemerasan digambarkan sebagai tindakan meminta sesuatu yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa pelayanan yang diberikan.

Tidak sedikit orang yang belum bisa membedakan antara gratifikasi, suap menyuap, dan pemerasan karena ketiganya hampir mirip sebab sama-sama berkaitan dengan pemberian, misalnya berupa uang ataupun hadiah. Lalu, bagaimana cara membedakan gratifikasi, suap menyuap, dan pemerasan? Perbedaannya dapat dilihat dari waktu, tujuan pelaku, dan intensinya.

Gratifikasi merupakan hadiah yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri tanpa adanya penawaran atau transaksi apapun. Pemberian tersebut terkesan tidak memiliki maksud apa-apa. Namun, seperti pepatah “ada udang di balik batu” gratifikasi diberikan untuk menyentuh hati petugas layanan agar di kemudian hari tujuan pengguna jasa dapat dimudahkan. Istilah ini dapat disebut dengan “tanam budi” yang suatu saat bisa ditagih.

Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitias penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Suap menyuap dapat terjadi jika pengguna jasa secara aktif menawarkan imbalan kepada petugas layanan dengan maksud agar kepentingannya lebih didahulukan walaupun melanggar prosedur. Sementara pemerasan terjadi jika dari pihak petugas layanan secara aktif menawarkan jasa dengan memaksa atau meminta sesuatu kepada pengguna jasa untuk mempercepat pelayanannya walaupun melanggar prosedur. Suap dan pemerasan akan terjadi jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak. Berbeda dengan gratifikasi yang tidak ada kesepakatan di antara keduanya.

Dengan kata lain, penyuapan dan pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut, sedangkan gratifikasi tidak memiliki unsur janji. Namun, gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

2. Yang nilainya kurang dari Rp 10 Juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Akan tetapi, penting untuk diketahui bahwa penerima gratifikasi tindak akan dihukum apabila melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Singkatnya, perbedaan gratifikasi, suap menyuap, dan pemerasan dapat dilihat di table berikut.

Gratifikasi

Suap

Pemerasan

-          Pemberian yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya

-          Diberikandengan mengharapkan adanya balas budi

-          Tidak membutuhkan kesepakatan transaksional

-          Adanya kesepakatan antara pemberi dan penerima suap

-          Umumnya dilakukan secara tertutup

-          Adanya permintaan sepihak dari penerima (biasanya pejabat)

-          Bersifat memaksa

-          Penyalahgunaan kekuasaan

 

Contoh gratifikasi : Pengusaha memberi hadiah tiket liburan kepada PNS karena merasa terbantu dalam urusan perizinan

Contoh suap : Pengusaha menyuap pejabat pemerintahan untuk mendapatkan suatu proyek

Contoh pemerasan : Pejabat memaksa calon peserta tender untuk memberikan sejumlah uang dengan ancaman jika tidak diberikan akan digugurkan dalam proses tender.


Jadi, sekarang sudah paham kan perbedaan antara gratifikasi, suap menyuap, dan pemerasan?

 

Penulis : Andi Oxana Melani Shakira

Referensi :

Bernadetha Aurelia Oktavira. 2023. Begini Perbedaan Suap dan Gratifikasi, hukumonline.com

Humas BNN. 2022. Perbedaan Hadiah dengan Gratifikasi, Suap, dan Pemerasan?. bnn.go.id

Ini Beda Gratifikasi, Suap, Pemerasan, dan Uang Pelicin. aclc.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006 Memahami Untuk Membasmi;  Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi