Akhir-akhir ini kita dikagetkan dengan indikator yang dikeluarkan oleh TI (Transparency International) yang mengeluarkan Corruption Perception Index secara serentak. CPI adalah sebuah instrumen yang digunakan dalam mengukur tingkat korupsi di suatu negara, dan sifat dari pengukuran ini adalah persepsi yang kemudian menjadi basis dari TI. Korupsi di negeri ini adalah musuh lama kita yang tak kunjung pergi dari negeri ini. Layaknya virus yang terus “meng-ekspansi” elemen-elemen penting dalam struktur negara kita, korupsi menjadi penyakit besar dan konsekuensinya bisa sangat destruktif terhadap peradaban.
Pada 31 Januari 2023, Transparency International mengeluarkan lonceng dan pengingat yang mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara. Beberapa kekurangan yang menjadi sorotan CPI Indonesia adalah lemahnya sistem hukum dan penegakan hukum yang efektif, keterbatasan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik, keterlibatan korupsi dalam proses pembangunan infrastruktur, serta lemahnya pengawasan terhadap tindak korupsi di sektor swasta.
Bukannya
menjadi ‘hadiah’ atau bentuk apresiasi kepada negara Indonesia, malahan
menunjukkan penurunan 4 poin, dari 38 menjadi 34. Di regional ASEAN, Indonesia
di bawah Singapura dengan CPI 83, Malaysia 47, Timor Leste dan Vietnam 42, dan
Thailand 36. Tidak hanya itu, secara peringkat Indonesia turun dari 96 menjadi
110 (dari 180 negara). Dalam 7 Tahun
terakhir, skor Indonesia berada di titik terburuk pada tahun 2022. Penurunan
ini bermula dari tahun 2020 (37 poin), yang dimana Indonesia pernah mencapai
skor CPI sebanyak 40 poin pada tahun 2019. Lalu kemudian apa saja yang menjadi
sumber data dari Transparency International? Tercatat ada 8 sumber data yang
digunakan, yakni :
1. World
Justice Project
2. Political
and Economic Risk Consultancy
3. Political
Risk Service
4. Varieties
of Democracy Project
5. Bartelsmann
Stiftung Transformation Index
6. Economist
Intelligence Unit - Country Risk Service
7. IMD
World Competitiveness Yearbook
8. Global
Insight Country Risk Ratings
CPI
hanya diukur dari sektor publik, dan tidak menghitung aliran dana gelap dan
arus-arus korupsi dalam ruang atau sektor yang gelap. Indonesia juga diukur
dari 3 pilar yang ada, seperti kemudahan berusaha, berbicara mengenai politik,
dan penegakan hukum yang terjadi dalam sektor publik. Dari 3 pilar tersebut,
maka bentuk-bentuk korupsi yang dipotret sebagai berikut :
1. Suap
2. Penyalahgunaan
dana publik
3. Sektor
penegakan hukum (khususnya dalam proses peradilan)
4. Konflik
kepentingan (Isu politik, dunia usaha, dan konsekuensi lainnya)
5. Sektor politik
Fakta bahwa negara Indonesia masih melawan ‘musuh’ lamanya yaitu korupsi, proses perlawanannya terus digemborkan melalui narasi yang beredar. Tanggapan pemerintah pada musuh lama kita yaitu korupsi, sepertinya memiliki mimpi yang ‘tinggi’ dalam menangani virus korupsi, seperti pernyataan Presiden Joko Widodo pada acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) pada tahun 2019 : "Pemerintah akan terus berupaya untuk memperkuat sistem pengawasan dan penindakan korupsi. Kita sudah melihat hasil yang cukup signifikan dalam penanganan kasus korupsi, seperti penangkapan terhadap banyak pejabat pemerintah dan pengusaha yang terlibat dalam praktik korupsi. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, termasuk memperkuat kerjasama antarlembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi."
Dalam pernyataannya, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan dan penindakan korupsi, meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah memperkuat kerja sama antarlembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi. Tetapi yang menjadi fakta hari ini bahwa perubahan-perubahan regulasi itu membuat konsekuensi yang jelas hingga ‘catatan’ itu jelas bisa disaksikan oleh dunia. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai pasal-pasal yang mengalami perubahan pada Undang-Undang KPK tahun 2019 dan perbedaannya dengan pasal-pasal sebelumnya :
l Pasal 5 dan 20 : Perubahan pada pasal 5 dan 20 mengatur tentang status KPK yang awalnya sebagai lembaga independen menjadi lembaga negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Perubahan ini membuat KPK harus melapor kepada Presiden dalam melakukan tugas dan fungsinya.
l Pasal 12, 13, dan 18 : Perubahan pada ketentuan mengenai penyadapan terdapat pada pasal 12, 13, dan 18. Pasal 12 mengatur tentang persetujuan penyadapan yang harus dikeluarkan oleh pengadilan. Pasal 13 mengatur tentang pelaporan hasil penyadapan kepada pengadilan. Sedangkan Pasal 18 mengatur tentang pembentukan tim teknis pengamanan dan penyimpanan hasil penyadapan.
Sebelum adanya perubahan ini, KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan secara independen dengan persetujuan dari pimpinan KPK. Dalam hal ini, perubahan tersebut membuat KPK harus meminta persetujuan penyadapan kepada pengadilan dan melaporkan hasil penyadapan kepada pengadilan.
l Pasal 11, 13, 16, dan 18 : Perubahan pada pasal-pasal ini mengatur tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyidikan. Perubahan ini meliputi waktu penyidikan yang sebelumnya tidak terbatas dan kini dibatasi maksimal 24 bulan (Pasal 11), penggunaan surat perintah penyidikan yang sebelumnya cukup ditandatangani oleh pimpinan KPK dan kini harus disetujui oleh pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK (Pasal 13), serta pembentukan tim teknis pengamanan dan penyimpanan hasil penyidikan (Pasal 16 dan 18).
Sebelum adanya perubahan ini, KPK memiliki kewenangan yang lebih luas dalam melakukan penyidikan dan penggunaan surat perintah penyidikan hanya membutuhkan persetujuan dari pimpinan KPK saja.
l Pasal 23, 24, 25, dan 27 : Perubahan pada pasal-pasal ini mengatur tentang mekanisme pengawasan terhadap KPK. Perubahan ini meliputi pembentukan Dewan Pengawas KPK yang diangkat oleh Presiden (Pasal 23), pengaturan tentang tugas dan wewenang Dewan Pengawas KPK (Pasal 24), pembentukan Tim Wasdal yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas KPK (Pasal 25), serta pembentukan Panitia Seleksi Anggota Dewan Pengawas KPK (Pasal 27).
Sebelum adanya perubahan ini, KPK tidak memiliki Dewan Pengawas dan mekanisme pengawasan dilakukan oleh pimpinan KPK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Lembaga Pengawas KPK. Perubahan ini membuat KPK memiliki pengawasan yang lebih ketat dan terpisah dari lembaga pemerintah lain.
Tentu menjadi harapan kita kedepannya bahwa penanganan korupsi yang sistemik ini dapat kita cegah dengan kerangka yang lebih efektif. Pemerintah membuat narasi yang besar, tetapi dalam proses eksekusi kadang tidak memikirkan konsekuensi logis yang akan terjadi. Di Indonesia, upaya pencegahan korupsi dilakukan melalui berbagai metode yang diterapkan secara sistemik. Metode pencegahan korupsi sistemik ini melibatkan peran berbagai lembaga dan pemangku kepentingan untuk saling bekerja sama dalam menekan terjadinya korupsi.
Salah satu metode pencegahan korupsi yang diterapkan di Indonesia adalah dengan memperkuat tata kelola pemerintahan dan penguatan sistem pengawasan. Selain itu, pencegahan korupsi juga dilakukan dengan menerapkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara dan proyek-proyek pembangunan.
Hal ini dilakukan dengan membuka
akses informasi publik tentang pengelolaan anggaran negara dan proyek-proyek
pembangunan sehingga masyarakat bisa memonitor pengelolaannya. Pencegahan
korupsi juga dilakukan dengan memperkuat sistem integritas dan etika pelayanan
publik. Hal ini dilakukan dengan mendorong praktik-praktik good governance,
seperti penerapan kode etik dan standar operasional prosedur (SOP) dalam
pelayanan publik, serta pelaksanaan program-program pelatihan dan pengembangan
integritas dan etika bagi pegawai pemerintah. Dan tentunya, pencegahan korupsi
juga dilakukan dengan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengawasan
terhadap tindakan korupsi. Hal ini dilakukan dengan memperkuat peran lembaga-lembaga
masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan dan mengkritisi kebijakan
pemerintah yang dinilai merugikan masyarakat. Garda Tipikor sebagai lembaga
pergerakan yang proaktif dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi di
Indonesia, akan selalu berusaha membunyikan lonceng dan menjadi fungsi
penyeimbang dalam meninjau korupsi-korupsi yang merugikan khalayak umum.
Referensi :
TII. 2023. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022.
https://ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2022-mengalami-penurunan-terburuk-sepanjang-sejarah-reformasi/
ICW. 2023. Memburuknya IPK Indonesia 2022: Gagal Total Pemberantasan Korupsi Jokowi.
https://antikorupsi.org/id/memburuknya-ipk-indonesia-2022-gagal-total-pemberantasan-korupsi-jokowi
CNN. 2023. Indeks Persepsi Korupsi RI Turun Jadi 34, Terburuk Sepanjang Reformasi.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230131132804-12-907033/indeks-persepsi-korupsi-ri-turun-jadi-34-terburuk-sepanjang-reformasi
0 Komentar