Wewenang & Tahapan Dalam Sistem Peradilan Tindak Pidana Korupsi

Mempelajari hukum acara sama pentingnya dengan mempelajari hukum materil. Ibarat seorang koki, hukum acara diibaratkan sebagai resep masakan yang harus dilakukan step by step untuk menghasilkan masakan yang enak, begitu pula dengan hukum acara yang akan berguna untuk menegakkan hukum materil apabila hukum materil tersebut diciderai. Secara filosofis, tujuan hukum acara pidana sebenarnya untuk melindungi hak-hak tersangka sebagai seorang manusia. Hukum acara mengakomodir batasan-batasan yang mesti dijalankan oleh aparat penegak hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam rangka fiat justitia (penegakan hukum). Sebagai mahasiswa hukum, yang ingin menjadi seorang praktisi hukum kedepan entah berprofesi sebagai jaksa, hakim, polisi atau pengacara, seharusnya mempelajari lebih mendalam materi hukum acara agar dapat menunjang karir di masa depan dan dapat menerapkan hukum acara sesuai dengan kapasitas dan profesinya masing-masing. Konsekuensi apabila hukum acara dilanggar, maka dapat berdampak pada batal demi hukum. Maka dari itu sangat penting bagi masyarakat apalagi mahasiswa fakultas hukum untuk memahami tata cara beracara dalam peradilan atau hukum acara. Maka dari itu pada essay kali ini kita akan membahas salah satu sistem beracara pada peradilan di Indonesia yaitu sistem peradilan tindak pidana korupsi. Menurut R. Soeroso dalam bukunya mengatakan bahwa “Hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan yang mengabdi kepada hukum materiil”. Adapun dasar hukum acara tindak pidana korupsi yang terdapat dalam undang-undang yaitu:

v  Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan RI

v  Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

v  Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

v  Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI

v Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

v  Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi wewenang penyelidikan dalam perkara tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 KUHAP terdapat pada Kepolisian, lalu pada pasal 30B huruf a undang-undang nomor 11 tahun 2021 wewenang juga terdapat pada kejaksaan dan pada pasal 16 huruf e undang-undang nomor 19 tahun 2019 wewenang penyelidikan juga terdapat pada KPK. Kemudian Adapun yang berwenang dalam penyidikan tindak pidana korupsi ialah, pertama dalam pasal 1 angka 1 KUHAP yaitu kepolisian, kedua pada pasal 30 ayat (1) huruf d undang-undang nomor 16 tahun 2004 yaitu kejaksaan dan terakhir pada pasal 6 huruf e undang-undang nomor 19 tahun 2019 wewenang penyidikan juga terdapat pada KPK. Adapun tahap-tahap dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi yaitu dimulai dari tahap penyelidikan,penyedikan,penuntutan,pemeriksaan siding pengadilan dan berlanjut ke tahap pelaksanaan putusan.

v  Prosedur dari tahap penyelidikan yang diatur dalam Pasal 44 undang-undang nomor 19 tahun 2019 antara lain yaitu:

  • Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
  • Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.
  • Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan penyelidikan.
  • Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan.
  • Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

v  Kemudian selanjutnya prosedur tahap penyidikan KUHAP Pasal 7 yaitu:

  • menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
  • melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
  • menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
  • melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
  • melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
  • mengambil sidik jari dan memotret seorang;
  • memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
  • mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
  • mengadakan penghentian penyidikan; dan
  • mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

v  Prosedur Penyidikan dalam UU Tipikor:

  • Pasal 28 untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
  • Pasal 32 (1) Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. (2) Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara. Jika tersangka meninggal,
  • Pasal 33 dalam hak tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

v  Tahap Penuntutan

    Pemeriksaan suatu perkara tindak pidana di persidangan dimulai dari dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum. Istilah yang digunakan yaitu Penuntutan. 

  • Dalam pasal 1 angka 7 KUHAP disebutan bahwa Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang. Sementara penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (pasal 13 KUHAP) senada dengan KUHAP, dalam pasal 51 undang-undang No. 30 tahun 2002 juga menyebutkan: (1) Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. (2) Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi. (3) Penuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Jaksa Penuntut Umum
  • Selanjutnya pada pasal 52 juga diatur jangka waktu penyerahan berkas yaitu “Penuntut umum, setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri”.

v  Tahap Pemeriksaan Sidang

Secara Umum dalam Hukum Acara Pidana, pemeriksaan di pengadilan memiliki alur sebagai berikut:

Pemanggilan > Sidang I (Pembacaan Dakwaan) > Eksepsi (Nota Keberatan) > Pemeriksaan Alat bukti > Pembacaan Tuntutan > Pledoi (Nota Pembelaan) > Replik > Duplik > Musyawarah Majelis (internal majelis hakim) > Pembacaan Putusan. Dalam undang-undang nomor 46 tahun 2009 diatur beberapa ketentuan selain daripada yang diatur oleh KUHAP yaitu:

  • Pasal 28 (1) Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, termasuk alat bukti yang diperoleh dari hasil penyadapan, harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Hakim menentukan sah tidaknya alat bukti yang diajukan di muka persidangan baik yang diajukan oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa.
  • Pasal 29 perkara tindak pidana korupsi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.