image source: id.depositphotos.com |
Penyuapan (SUAP) adalah tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain dari pembalasan dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya
ATURAN SUAP MENYUAP – GRATIFIKASI
Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
PASAL 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
a. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahaldiketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkanagar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangandengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahuiatau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karenatelah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangandengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiahatau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkankepadanya untuk diadili.
d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadiadvokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahaldiketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhinasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkankepada pegadilan untuk diadili;
e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiriatau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannyamemaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran denganpotongann, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negarayang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negarayang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa haltersebut bukan merupakan utang;
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, memintaatau menerima pekerjaan, atau menyerahkan barang, seolah-olah merupakan utang kepadadirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telahmenggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai denganperaturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinyabahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perudang-undangan; atau
i. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengansengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau pengawasan yang pada saat dilakukanperbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
PASAL 12 A
(1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud Pasal 5, Pasal 6,Pasl 7, Pasal 8, Pasal9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsiyang nilainya kurang dari Rp5.000.000,00(2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
PASAL 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,dengan ketentuan sebagai berikut :a. yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasitersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasitersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
PASAL 12 C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat
1 tidak berlaku, jika penerimamelaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2 Penyamipaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerimagratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitng sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima
3 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) harikerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerimaatau milik negara.
4 Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) danpenentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undangtentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Penyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2
Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.
Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
Menteri
Gubernur
Hakim
Duta Besar
Wakil Gubernur
Bupati / Walikota dan Wakilnya
Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis :
Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD
Pimpinan Bank Indonesia.
Pimpinan Perguruan Tinggi.
Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer.
Jaksa
Penyidik.
Panitera Pengadilan.
Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek.
Pegawai Negeri
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No. 20 tahun 2001
Pegawai pada : MA, MK
Pegawai pada L Kementrian/Departemen &LPND
Pegawai pada Kejagung
Pegawai pada Bank Indonesia
Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II
Pegawai pada Perguruan Tinggi
Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP
Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil
Pegawai pada BUMN dan BUMD
Pegawai pada Badan Peradilan
Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil dilingkungan TNI dan POLRI
Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II
Kata ‘pemerasan’ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar ‘peras’ yang bisa bermakna leksikal ‘meminta uang dan jenis lain dengan ancaman
suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau paksaan.
pasal 368 ayat (1) KUHP:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”
Pasal12 huruf e Unsur–unsurnya:
-Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
-Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum;
-Dengan menyalahgunakan kekuasaannya;
-Memaksa sesorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Rumusan pasal ini mengambil alih rumusan Pasal 423 KUHP
Pasal12 huruf f Unsur–unsurnya:
-Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
-Dengan maksud menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum;
-Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan uang.
Rumusan pasal ini mengambil alih rumusan Pasal 425 ke-1 KUHP
Pasal 12 huruf g Unsur–unsurnya:
-Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
-Pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang;
-Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Rumusan pasal ini mengambil alih rumusan Pasal 425 ke-2 KUHP
Pasal 12 huruf h Unsur–unsurnya:
-Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
-Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
-Telah merugikan orang yang berhak;
- Padahal diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Rumusan pasal ini mengambil alih rumusan Pasal 425 ke-3 KUHP
0 Komentar