source: radioidola.com |
Korupsi yang terjadi dalam dunia politik tidak memiliki pola yang khusus. Masing-masing kasus korupsi harus disesuaikan dengan pasal yang menjeratnya. Berbagai macam cara dilakukan untuk meraup keuntungan yang pada intinya perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian terhadap keuangan negara, tetapi cukup sering, korupsi terjadi dengan cara anggaran proyek dipermainkan untuk dibagi-bagikan ke beberapa oknum, dengan berdalih hasil korupsi tersebut guna kepentingan operasional partai politik.
Pelaku tindak pidana korupsi memang seringkali pejabat yang diisi oleh orang-orang berlatar belakang politik, tetapi juga perlu digarisbawahi bahwa ada juga pelaku tindak pidana korupsi yang tidak memiliki latar belakang di dunia politik terutama yang berasal dari instansi-instansi daerah. contohnya dapat kita lihat kasus korupsi Kapal Latih pada Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan ataupun kasus korupsi pembebasan lahan gedung Celebes Convention Center (CCC), dimana para tersangkanya merupakan pejabat yang tidak berlatar belakang partai politik manapun.
Kemudian mengenai mahar politik yang beberapa waktu lalu sering terdengar, bahwa beberapa pihak yang ingin maju menjadi pejabat terutama menjadi kepala daerah dimintai uang oleh partai politik agar mendapatkan dukungan dari partai tersebut. Hal ini harus dibuktikan terlebih dahulu dan tidak bisa hanya saling tuduh saja. Dan jika memang benar hal itu terjadi maka dapat digunakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 untuk tingkat daerah, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 untuk tingkat nasional. Terlepas dari biaya politik yang tidak dapat dipungkiri bahwa calon yang mengajukan diri juga harus mengeluarkan dana kampanye agar dirinya terpilih.
Mengenai kasus Harun Masiku yang diduga menyuap salah satu komisioner KPU agar dapat diangkat menjadi anggota DPR menggantikan Caleg terpilih yang berhalangan, kasus tersebut masih dalam proses dan belum berkekuatan hukum tetap (inkracht), Asas praduga tidak bersalah harus senantiasa dijunjung. Undang-Undang jelas mengatur bahwa jika ada Caleg terpilih yang berhalangan, maka digantikan oleh Caleg se-partai dan se-dapil nya yang mendapatkan suara terbanyak setelahnya, tapi memang kewenangan ada pada KPU dalam melakukan rapat pleno. Sekarang caleg yang berhalangan tersebut telah digantikan oleh orang yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Korupsi merupakan buah simalakama dari pemilihan secara terbuka yang memang membutuhkan modal besar oleh para calonnya, tetapi apabila pemilihan dikembalikan secara tertutup juga tidak menjamin perilaku koruptif akan hilang, karena modal yang dikeluarkan calon pejabat tetap sama, hanya saja yang tadinya mengalir ke calon pemilih (masyarakat) hanya akan berubah arah ke calon pemilih (Legislatif). Banyak plus-minus jika Pemilihan dikembalikan ke legislatif, juga sebelumnya harus dipastikan bahwa partai politik, masyarakat, dan instansi legislatif siap.
Adapun CARA YANG DAPAT DILAKUKAN AGAR PRAKTIK POLITIK BEBAS KORUPSI, yaitu :
Masyarakat harus diedukasi, mengenai latar belakang maupun kemampuan calon pejabat, jangan hanya melihat uang, sembako dan sebagainya yang diberikan olehnya. Karena terkadang ada calon yang memiliki kemampuan akademik dan segala kelayakan untuk menjadi wakil rakyat, tetapi tidak memiliki kemampuan finansial. Contoh sederhana misalnya ada poster kampanye yang dipaku di batang pohon, maka itu artinya calon pejabat yang bersangkutan tidak peduli dengan lingkungan hidup.
Kaderisasi di tingkat partai politik harus dimaksimalkan, sebab terkadang tiba masa tiba akal. Kader Partai Politik utamanya harus ditanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD, yang isinya mengatur tentang kekuasaan dan HAM. Proses rekrutmen calon oleh partai politik yang tidak ideal mungkin dapat diubah menjadi layaknya proses rekrutmen CPNS yang sangat ketat.
Dana partai politik yang sekarang tidak mencukupi, sehingga harus ditambah. Walaupun memang tidak menjamin perbuatan koruptif akan hilang, tetapi setidaknya biaya operasional yang dikeluarkan partai politik sedikit tertutupi, karena biaya operasional partai politik yang memiliki perwakilan se-Indonesia sangatlah besar.
Selain hal tersebut diatas, juga perlu dipikirkan untuk memperketat persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon yang ingin maju, misalnya dengan merevisi Undang-Undang yang terkait, agar dapat menghasilkan kandidat-kandidat wakil rakyat yang berkualitas.
Adapun SIKAP YANG DAPAT DILAKUKAN MAHASISWA TERHADAP KORUPSI DI DUNIA POLITIK, yaitu :
Mahasiswa harus bisa mengedukasi/mensosialisasikan ke masyarakat, agar mendapatkan wakil rakyat yang berintegritas.
Mahasiswa harus bisa mengawal kinerja pemerintahan dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan uang negara. Contoh yang relevan dengan mahasiswa yaitu penggunaan dana pendidikan.
Mahasiswa dapat membekali diri dengan mengadvokasi kasus nyata. Contoh yang relevan misalnya mengadvokasi Gelanggang Olahraga Unhas yang pendanaannya berasal dari dana CSR Pertamina, tetapi pembangunannya tidak selesai sampai sekarang. (Undang-Undang Tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat digunakan oleh mahasiswa).
0 Komentar