APA YANG DIMAKSUD DENGAN JUSTICE COLLABORATOR?

Oleh : Nur Hikmah

    Masih ingat tidak dengan salah satu kasus korupsi yang cukup menarik perhatian publik karena nilainya yang fantastis dan penuh dengan drama. Kasus tersebut adalah kasus korupsi KTP elektronik. Korupsi berjamaah ini dilakukan secara sistemik oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha. Akibatnya negara mengalami kerugian sangat besar dan membuat kasus ini masuk kedalam daftar 10 kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan perhitungan BPK, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 triliun.

    Terlepas dari banyaknya drama yang terjadi pada kasus ini. Ada hal yang menarik untuk dipelajari bersama-sama, yaitu penyelesaian kasus ini dibantu oleh tiga terdakwa yang berperan sebagai Justice Collaborator.

  • Irman : Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri 
  • Sugiharto : Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Dirjen    Dukcapil 
  • Andi Agustinus alias Andi Narogong : Pengusahaa

Pengertian Justice Collaborator

     Istilah Justice Collaborator kerap terdengar dalam proses pengadilan untuk berbagai kasus tindak pidana. Justice Collaborator dalam kasus korupsi juga muncul dan keberadaannya membantu mengungkapkan berbagai tabir kejahatan penggelapan maupun pencucian uang. Justice Collaborator adalah istilah yang diperoleh dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 dalam Pasal 37, yang mana peraturan tersebut juga sudah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Justice Collaborator adalah orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan dalam suatu tindak pidana. Maka dapat disimpulkan bahwa Justice Collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu. Singkatnya Justice Collaborator merupakan saksi pelaku yang bekerja sama. Artinya, dia adalah salah satu pelaku dari tindak pidana tertentu, namun bukan pelaku utama.

Dasar hukum penerapan Justice Collaborator

    United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang diratifikasi kedalam UU No. 7 Tahun 2006 mengenai Konvensi PBB Anti Korupsi;

    United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC) yang diratifikasi menjadi UU No. 5 Tahun 2009 mengenai Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional Terorganisir;

    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;

    Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Mengenai Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 membahas Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

    Surat Edaran Mahkmah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (justice collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu; dan

    Peraturan Bersama Aparat Penegak Hukum dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama.

Syarat seseorang ditetapkan sebagai Justice Collaborator

  1. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana serius dan atau terorganisir.
  2. Memberikan keterangan yang signifikan, relevan dan andal untuk mengungkap suatu tindak pidana serius dan atau terorganisir.
  3. Bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya.
  4. Kesediaan mengembalikan sejumlah aset yang diperolehnya dari tindak pidana yang bersangkutan, hal mana dinyatakan dalam pernyataan tertulis.
  5. Adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan adanya ancaman, tekanan secara fisik maupun psikis terhadap saksi pelaku yang bekerja sama atau keluarganya. Apabila tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.

Syarat untuk menjadi Justice Collaborator juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011

  1. Justice Collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana yang mengakui semua kejahatan yang dilakukannya. Tapi bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta bersedia memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
  2. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan. Sehingga, penyidik dan atau penuntut umum bisa mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan atau mengembalikan aset-aset, hasil dari suatu tindak pidana.

Proses seseorang ditetapkan sebagai Justice Collaborator dan hak yang akan didapatkan

    Proses penentuan Justice Collaborator dimulai dengan permintaan dari pemohon (tersangka atau terdakwa) untuk mendapat status Justice Collaborator, dilanjutkan dengan penelaahaan atas permohonan tersebut, dan bila syarat-syarat telah terpenuhi maka tersangka atau terdakwa tersebut dapat diberikan status sebagai Justice Collaborator. Dengan status sebagai Justice Collaborator tersebut, maka tersangka atau terdakwa akan mendapatkan berbagai hak seperti ha katas perlindungan, hak untuk mendapatkan perlakuan khusus, dan hak untuk mendapatkan reward seperti hukuman yang lebih ringan dibanding pelaku yang lain, remisi tambahan, serta pembebasan bersyarat. Penetapan status sebagai Justice Collaborator dapat mendorong semakin banyak tersangka atau terdakwa untuk mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam rangka membongkar kejahatan serius.


Referensi

United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang diratifikasi kedalam UU No. 7 Tahun 2006 mengenai Konvensi PBB Anti Korupsi

Surat Edaran Mahkmah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (justice collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu

Peraturan Bersama Aparat Penegak Hukum dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama

Semendawai, Abdul Haris. “Penetapan Status Justice Collaborator bagi Tersangka atau Terdakwa dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”. PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum Vol. 3 Nomor 3 Tahun 2016, hlm. 468-490.

Ayu Diah Pradnya Swari P.J dan Ni Nengah Adiyaryan. 2018. Pengaturan Terhadap Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Dalam Tindak Pidana Korupsi Dikaji Dari Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Makalah.

https://lk2fhui.law.ui.ac.id/korupsi-kolosal-e-ktp-yang-mencelakakan-negara/

https://www.metrotvnews.com/play/NrWCZPED-10-kasus-korupsi-dengan-kerugian-negara-terbesar-di-indonesia

https://nasional.tempo.co/read/1040470/tiga-terdakwa-korupsi-e-ktp-ini-telah-jadi-justice-collaborator