source: liputan6.com

POLEMIK JIWASRAYA, KERUGIAN YANG DISENGAJA ?

Indonesia mengusung sistem ekonomi Pancasila, yang menganut sistem ekonomi campuran, sehingga segala kekayaan negara yang berhubungan dengan kehidupan rakyat akan dikelola oleh pemerintah hal ini sesuai dengan amanat konstitusi dalam Pasal 33 UUD NRI 1945. Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaaan Negara yang dipisahkan. Dengan begitu, BUMN termasuk pelaku ekonomi di sistem perekonomian Indonesia.

Salah satu tujuan pendirian BUMN yaitu menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Ada berbagai sektor kebutuhan masyarakat yang dikelola oleh BUMN, beberapa diantaranya adalah keuangan, konstruksi, listrik, perdagangan, telekomunikasi, transportasi, perikanan, pertanian, perkebunan, energi, dan lain sebagainya. Sebagai contoh konkretnya adalah Jiwasraya.

Jiwasraya merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang jasa asuransi. Oleh karena itu melihat dari sudut pandang Jiwasraya sebagai salah satu BUMN maka dapat dipastikan bahwa modal atau saham dari jiwasraya mayoritas berasal dari keuangan negara. Akan tetapi kita juga tidak dapat mempersamakan bahwa apabila Jiwasraya mengalami kerugian maka keuangan negarapun mengalami kerugian, kecuali apabila ada audit resmi dari BPK.

Maka apabila terdapat asumsi bahwa Jiwasraya mengalami kerugian sebab  adanya tindak pidana korupsi dalam korporasi tersebut, sebelumnya perlu digarisbawahi adalah unsur-unsur koruspi yang ada dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Ketika Kejaksaan Agung menetapkan tersangka, ada indikasi terjadinya kekeliruan dalam penetapan tersangka dari kasus Jiwasraya tersebut. Hal ini disebabkan belum adanya bukti yang kuat mengenai dugaan adanya kerugian keuangan negara yang disebakan oleh Jiwasraya, yang mana ketika beberapa orang ditetapkan sebagai tersangka, sebelumnya belum ada audit resmi dari BPK selaku badan yang mengawasi mengenai keuangan negara sehingga dengan hal ini salah satu unsur yang disangkakan belum dapat dibuktikan, salah satu kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dapat menjadi batal demi hukum. Seharusnya Kejaksaan Agung lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan agar hal ini tidak berakibat fatal dan buruk dalam potret penegakan hukum di Indonesia.

Akan tetapi terlepas dari polemik tersebut ada hal yang harus tetap dijunjung yaitu hak para nasabah yang telah membayar polis kepada Jiwasraya. Sehingga diperlukan penanganan kasus ini secara tepat dan cepat sehingga para nasabah tersebut dapat memperoleh hak-haknya lagi.

Terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan terhadap PT Asuransi Jiwasraya persero, misalnya dengan melakukan Bail Out yaitu pemerintah memberikan dana talangan kepada Jiwasraya agar dapat membayar klaim nasabahnya, tetapi hal ini sulit dilakukan karena akan timbul konsekuensi pengeluaran APBN yang membengkak dan berpotensi semakin menambah utang pemerintah.

Salah satu opsi terbaik yang dapat dilakukan adalah melakukan likuidasi terhadap Jiwasraya, dipailitkannya Jiwasraya dengan mempertimbangkan keberadaannya yang tidak strategis bagi kepentingan negara, sehingga pada akhirnya aset Jiwasraya dapat dialihkan untuk mengganti kerugian yang dialami oleh nasabahnya, sedangkan bidang usaha yang dilaksanakan Jiwasraya dapat dialihkan ke perusahaan swasta yang lebih baik pengelolaannya.